KOMITMEN ORGANISASI
Oleh Drs.
H. Zainuddin Sri Kuntjoro, MPsi. (Jakarta, 25 Juli 2002)
Dalam dunia kerja, komitmen
seseorang terhadap organisasi/perusahaan seringkali menjadi isu yang sangat
penting. Saking pentingnya hal tersebut, sampai-sampai beberapa organisasi
berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang suatu
jabatan/posisi yang ditawarkan dalam iklan-iklan lowongan pekerjaan. Sayangnya
meskipun hal ini sudah sangat umum namun tidak jarang pengusaha maupun pegawai masih belum memahami arti
komitmen secara sungguh-sungguh. Padahal
pemahaman tersebut sangatlah penting agar tercipta kondisi kerja yang kondusif
sehingga perusahaan dapat berjalan secara efisien dan efektif. Dalam
rangka memahami apa sebenarnya komitmen
individu terhadap organisasi/perusahaan, apa dampaknya bila komitmen tersebut
tidak diperoleh dan mengapa hal tersebut perlu dipahami, penulis mencoba
menjelaskannya dalam artikel pendek ini.
Pengertian
Porter (Mowday, dkk, 1982:27)
mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari
individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian
organisasi. Hal
ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu :
1. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
2. Kesiapan dan kesedian untuk berusaha dengan
sungguh-sungguh atas nama organisasi.
3. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam
organisasi (menjadi bagian dari organisasi).
Sedangkan Richard M. Steers
(1985 : 50) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi
(kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk
berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan
untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh
seorang pegawai terhadap organisasinya. Steers berpendapat bahwa komitmen
organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan,
nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap organisasi artinya
lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai
organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan
tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian
tujuan. Berdasarkan definisi ini, dalam komitmen organisasi tercakup unsur
loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi
terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi
Secara singkat pada intinya
beberapa definisi komitmen organisasi dari beberapa ahli diatas mempunyai
penekanan yang hampir sama yaitu proses pada individu (pegawai) dalam
mengidentifikasikan dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan, dan tujuan organisasi.
Disamping itu, komitmen organisasi mengandung pengertian sebagai sesuatu hal
yang lebih dari sekedar kesetiaan yang pasif terhadap organisasi, dengan kata
lain komitmen organisasi menyiratkan hubungan pegawai dengan perusahaan atau
organisasi secara aktif. Karena pegawai yang menunjukkan komitmen tinggi
memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam
menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempatnya bekerja.
· Kehangatan, afeksi dan loyalitas terhadap organisasi
merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan
keterikatan antara organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan komitmen tinggi
merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi.
Sedangkan yang termasuk kehendak
untuk bertingkah laku adalah:
·
Kesediaan
untuk menampilkan usaha. Hal ini tampak melalui kesediaan bekerja melebihi apa
yang diharapkan agar organisasi dapat maju. Pegawai dengan komitmen tinggi, ikut memperhatikan
nasib organisasi.
· Keinginan tetap berada dalam organisasi. Pada pegawai
yang memiliki komitmen tinggi, hanya sedikit alasan untuk keluar dari
organisasi dan berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang telah
dipilihnya dalam waktu lama.
· Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan
memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam
pegawaian dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain
itu tampil tingkah laku berusaha kearah tujuan organisasi dan keinginan untuk
tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama.
Menumbuhkan
Komitmen
Komitmen organisasi memiliki
tiga aspek utama, yaitu : identifikasi, keterlibatan dan loyalitas pegawai
terhadap organisasi atau organisasinya
1. Identifikasi
Identifikasi,
yang mewujud dalam bentuk kepercayaan pegawai terhadap organisasi, dapat
dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa
tujuan pribadi para pegawai ataupun dengan kata lain organisasi memasukkan pula
kebutuhan dan keinginan pegawai dalam tujuan organisasinya. Hal
ini akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para pegawai dengan
organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa pegawai dengan rela
menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena pegawai
menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi
kebutuhan pribadi mereka pula (Pareek, 1994 : 113).
2. Keterlibatan
Keterlibatan atau partisipasi
pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena
adanya keterlibatan pegawai menyebabkan mereka akan mau dan senang bekerja sama
baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang
dapat dipakai untuk memancing keterlibatan pegawai adalah dengan memancing partisipasi
mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang dapat menumbuhkan
keyakinan pada pegawai bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan
keputusan bersama. Disamping itu, dengan melakukan hal tersebut maka pegawai
merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian yang utuh dari organisasi, dan
konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa
yang telah diputuskan karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka
ciptakan (Sutarto, 1989 :79). Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran
mereka yang memiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya tinggi pula (Steer,
1985). Mereka hanya absen jika mereka sakit hingga benar-benar tidak dapat
masuk kerja. Jadi, tingkat kemangkiran yang disengaja pada individu tersebut
lebih rendah dibandingkan dengan pegawai yang keterlibatannya lebih rendah.
Ahli lain, Beynon (dalam
Marchington, 1986 : 61) mengatakan bahwa partisipasi akan meningkat apabila
mereka menghadapi suatu situasi yang penting untuk mereka diskusikan bersama,
dan salah satu situasi yang perlu didiskusikan bersama tersebut adalah
kebutuhan serta kepentingan pribadi yang ingin dicapai oleh pegawai dalam
organisasi. Apabila kebutuhan tersebut dapat terpenuhi hingga pegawai
memperoleh kepuasan kerja, maka pegawaipun akan menyadari pentingnya memiliki
kesediaan untuk menyumbangkan usaha dan kontribusi bagi kepentingan organisasi.
Sebab hanya dengan pencapaian kepentingan organisasilah, kepentingan merekapun akan lebih terpuaskan.
1.
Loyalitas
Loyalitas
pegawai terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk
melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan
kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun (Wignyo-soebroto, 1987). Kesediaan
pegawai untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang
penting dalam menunjang komitmen pegawai terhadap organisasi dimana mereka
bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila pegawai merasakan adanya keamanan dan
kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja.
2. Pegawai
Kontrak
Mengingat
bahwa seringkali di dalam suatu organisasi terdiri dari pegawai tetap dan juga
pegawai kontrak, maka masalah komitmen seringkali menjadi pertanyaan pihak
organisasi terhadap pegawai kontrak. Secara psikologis tentu perlu
dicermati, karena komitmen organisasi, munculnya lebih psikologis dibanding
kebutuhan sosial-ekonomi yang bersumber dari gaji atau upah. Orang mencari
kerja awalanya agar memperolah status sebagai pegawai dan mendapatkan imbalan
berupa gaji atau upah. Namun setelah bekerja tuntutannya cenderung menjadi
meningkat, misalnya apakah suasana kerjanya menyenangkan atau tidak, apakah ia
merasa sejahtera atau tidak, merasa puas dengan pekerjaan dan apa yang didapat,
dsb. Semua faktor tersebut akan memberikan andil terhadap munculnya komitmen
organisasi.
Pada pegawai kontrak, umumnya
masa 6 (enam) bulan pertama adalah periode dimana pegawai baru menyesuaikan
diri dengan tugas, dan biasanya pada saat tersebut lah ia baru terlihat efisien
dalam menjalankan tugas-tugasnya. Namun sayangnya jika ia ternyata cuma
dikontrak 1 (satu) tahun, maka dalam bulan-bulan berikutnya ia sudah harus
berpikir bahwa akhir tahun masa kontrak habis dan harus memperpanjang, itupun
masih meragukan apakah dapat diperpanjang atau tidak; jika secara kebetulan
ternyata tidak dapat diperpanjang maka secara disadari atau tidak ketentraman
dalam menjalankan tugas terganggu. Begitu juga jika diperpanjang untuk tahun
kedua, maka pada akhir tahun pegawai umumnya sudah terlihat gelisah karena
setelah tahun kedua kemungkinan untuk diperpanjang sangat kecil (terbentur
peraturan, dll), sehingga efisiensi kerjanya menjadi kurang, karena
perhatiannya pasti lebih tercurah untuk mencari kerja di tempat lain. Dalam
kondisi tersebut maka bagi pegawai
kontrak tentu sulit diukur tingkat komitmennya terhadap organisasi, apalagi jika
kita melihat bahwa komitmen tersebut menyangkut aspek loyalitas dan sebagainya.
Dengan dasar ini maka penting bagi pihak manajemen (pengusaha) untuk menentukan
pekerjaan atau jabatan apa saja yang cocok untuk pegawai kontrak sehingga tidak
merugikan organisasi di kemudian hari.
3. Dua
Pihak
Dengan membaca uraian di
atas, maka terlihat bahwa komitmen individu terhadap organisasi bukanlah
merupakan suatu hal yang terjadi secara sepihak. Dalam hal ini organisasi dan
pegawai (individu) harus secara bersama-sama menciptakan kondisi yang kondusif
untuk mencapai komitmen yang dimaksud. Sebagai contoh: seorang pegawai yang
semula kurang memiliki komitmen, namun setelah bekerja ternyata selain ia
mendapat imbalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku ternyata
didapati adanya hal-hal yang menarik dan memberinya
kepuasan. Hal itu tentu akan memupuk berkembangnya komitmen individu tersebut
terhadap organisasi. Apalagi jika tersedia faktor-faktor yang dapat memberikan
kesejahteraan hidup atau jaminan keamanan, misalnya ada koperasi, ada fasilitas
transportasi, ada fasilitas yang mendukung kegiatan kerja maka dapat dipastikan
ia dapat bekerja dengan penuh semangat, lebih produktif, dan efisien dalam menjalankan
tugasnya. Sebaliknya jika iklim organisasi kerja dalam organisasi tersebut
kurang menunjang, misalnya fasilitas kurang, hubungan kerja kurang harmonis,
jaminan sosial dan keamanan kurang, maka secara otomatis komitmen individu
terhadap organisasi menjadi makin luntur atau bahkan mungkin ia cenderung
menjelek-jelekkan tempat kerjanya. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan berbagai gejolak seperti korupsi,
mogok kerja, unjuk rasa, pengunduran diri, terlibat tindakan kriminal dan
sebagainya. (jp)
Posting Komentar